Peringatan May Day, KSBSI Kalbar Sebut Pemerintah dan DPR Terus Rongrong Hak Dasar Buruh

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com -  Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Wilayah Kalimantan Barat atau KSBSI Kalbar menyebut, pemerintah dan DPR terus merongrong hak dasar buruh dan  serikat buruh dalam segala aspek. Akibatnya, para buruh di Tanah Air belum merasakan kesejahteraan.

"Setelah uang pesangon dipangkas, upah minimum sektoral dihapus, outsourcing dibebaskan, PKWT seumur hidup, PHK dipermudah, bahkan TKA dibebaskan," kata Korwil KSBSI Kalbar, Suherman, kepada Insidepontianak.com, Senin (1/5/2023).

Menurut Suherman, eksistensi serikat buruh sudah dilumpuhkan dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang tidak konstitusional.

Selanjutnya, UU itu diperbaiki melalui jalan pintas Perppu Nomor 2 Tahun 2022. Kemudian disahkan dan diberlakukan melalui UU Nomor 6 Tahun 2023.

Tak sampai di situ saja, kata dia, Pemerintah dan DPR masih melanjutkan 'nafsunya' merongrong dan mendegradasi hak-hak dasar buruh berupa JHT atau Jaminan Hari Tua, dan program pensiun lewat UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau P2SK.

UU tersebut dibuat dengan metode omnibus law.  Selanjutnya, pemerintah juga dinilai tanpa hati nurani mengurangi upah buruh yang bekerja pada industri padat karya tertentu sebesar 25 persen lewat Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.

"Dan melalui Permenaker Nomor 14 Tahun 2022 Pemerintah mempersulit aktivis buruh menjadi calon Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial," terangnya.

Selain itu, DPR dan pemerintah juga melanjutkan kebijakan yang buruk, untuk mendegradasi manfaat jaminan sosial buruh, melalui UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

"Dua Undang-Undang itu akan direvisi dalam RUU kesehatan dengan metode omnibus law," kata dia.

Menurut Suherman, pemerintah dan DPR menyebut, pemangkasan regulasi itu bertujuan untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan rakyat. Namun, buruh dan serikat buruh menjawab, itu narasi palsu bohong yang digabungkan pemerintah.

"Bagaimana logika sehatnya jika uang pesangon dipangkas, upah minimum sektoral dihapus, outsourcing dibebaskan, PKWT seumur hidup, PHK dipermudah, TKA dibebaskan, dan eksistensi serikat buruh dilumpuhkan disebut meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan buruh dan keluarganya. Bukankah ini mendegradasi?" kata Suherman.

Dirinya mempertanyakan mengapa pemerintah dan DPR membebani buruh untuk mengundang investor? Padahal, serikat buruh telah menawarkan jalan keluar dengan cara pemerintah dengan DPR memberantas korupsi yang merajalela dan menciptakan birokratisasi yang cepat, murah, dan ramah.

Namun pemerintah tidak berdaya untuk melakukan dua usulan serikat buruh itu. Pemerintah dan DPR lebih mengambil jalan mudah dengan mendegradasi hak-hak buruh. Sikap buruh pun tegas menolak.

"Buruh dan serikat buruh telah bersikap untuk menolak semua regulasi itu dengan jalan konstitusional," tegasnya.

Buruh dan serikat buruh saat ini telah melakukan demontrasi di semua wilayah Indonesia, telah membawa regulasi itu kepada Mahkamah Konstitusi untuk diuji. "Tapi sampai hari ini belum berhasil," ujarnya.

Dirinya mengajak pemerintah dan DPR mengingat peristiwa 1 Mei 1886 saat 400 ribu buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran menuntut pengurangan jam kerja menjadi 8 jam sehari dari 19 sampai 20 jam. Pada 4 Mei 1886 para demonstran melakukan pawai besar-besaran, polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut. Sehingga ratusan orang tewas. Dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. "Merekapun berhasil dan seluruh buruh di dunia menikmati jam kerja 7 sampai 8 jam kerja sehari. Tentu, buruh dan serikat buruh tidak menghendaki seperti kejadian Amerika Serikat itu," pungkasnya. (Andi)


Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar