Pulau Gelam di Tambang, Penyu Menghilang (Bagian 2)

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

Sejak masuknya dua konsesi tambang, PT Sigma Silica Jayaraya dan PT Inti Tama Mandiri di Pulau Gelam dua tahun lalu, keberadaan penyu dan habitatnya hampir tak ditemukan. Jika pun ditemukan, penyu-penyu ini sudah enggan bertelur di sana. Perusahaan tersebut berfokus pada tambang pasir kuarsa di zona pemanfaatan di Pulau Gelam. Ironisnya, perairan Pulau Gelam adalah zona inti kawasan konservasi Kendawangan. Artinya, satu kawasan berlabel steril dari kegiatan apapun yang merusak ekosistem, termasuk pertambangan.

WATI SUSILAWATI

“Dalam aturan kawasan inti masuk perlindungan penuh. Tak boleh ada unsur yang bisa merusak lingkungan Kawasan konservasi,” kata Ketua Yayasan Webe Ketapang, Setra Kusumardana.

Ini sesuai PERMEN KP Nomor 47 Tahun 2016 Tentang Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan, zona inti adalah bagian Kawasan Konservasi Perairan yang letak, kondisi dan potensi alamnya merupakan daerah pemijahan, pengasuhan, dan/atau alur ruaya ikan.

Penyu adalah mahluk sensitif. Sebagaimana diungkap Dwi Suprapti dari Indonesia Aquatic Megafauna - Flying Vet (IAM Flying Vet). Penyu memiliki tingkat sensifitas tinggi, terutama terhadap aktivitas manusia yang dianggap mengganggu.

Sekecil apapun gangguan bisa membuat mereka enggan ke darat. Bahkan jika itu gerakan bara rokok yang tersulut di kejauhan.

Perilaku sensitif penyu ini akan jauh terasa saat hendak naik ke darat untuk bertelur. Biasanya mereka ‘memantau’dengan menyumbulkan kepala kecilnya itu ke permukaan air hanya untuk melihat apakah aman atau tidak saat naik ke darat. Tindakan itu dilakukan berkali-kali hingga memastikan area tempat bertelur tidak memiliki gangguan.

“Jika ada ada aktivitas manusia, tidak bakalan penyu hijau ke darat. Mereka tidak mau, bahkan jika pun terpaksa bertelur mereka akan bertelur di air ketimbang harus ke area yang banyak aktivitasnya,” terangnya.

Ada banyak jenis penyu di Indonesia. Ada Penyu hijau (Chelonia mydas), Penyu sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu pipih (Natator depressus) dan Penyu tempayan (Caretta caretta). Semua jenis penyu ini dilindungi.

Dari enam jenis penyu ini, dua diantaranya memilih hidup di perairan Pulau Gelam dan pulau kecil lainnya di perairan Kendawangan, Ketapang. Terbanyak penyu hijau.

Penyu hijau biasanya ditemukan di sepanjang pantai pulau kecil di Kalbar. Termasuk di Pulau Gelam dan sejumlah pulau kecil di sekitarnya.

Penyu hijau ini hampir bisa ditemukan di seluruh perairan Indonesia, diantaranya pesisir bagian barat Indonesia seperti Aceh, Sumatra Barat, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.

Penyu hijau juga bisa ditemukan di perairan Tengah Indonesia seperti Kepulauan Seribu, Jawa Barat, Karimun Jawa, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Begitu juga di kawasan timur seperti Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Papua.

Mereka dikenal mahluk yang mudah beradaptasi dan tidak sulit mencari makan. Cukup ada daun atau tumbuhan, mereka akan bertahan di lingkungan itu.

Penyu apapun menyukai vegetasi semak tumbuhan rimbun dengan tingkat kejernihan air yang baik. Mengutip penelitian yang diterbitkan Wawan Kurniawan, Erianto, Iswan Dewantara di Jurnal Hutan Lestari (2020), makanan penyu adalah tumbuhan seperti Cemara Laut (Casuarina equisetifolia ), Pandan Laut (Pandanus tectorius) (Hibiscus tiliaceus), Cemara Laut (Casuarina equisetifolia),

Penyu hijau termasuk hewan pelintas samudera dengan jarak tempuh  hingga ribuan kilometer. Namun, mereka tidak lupa untuk ‘pulang’bertelur ke habitat pertama mereka. Tak heran jika Pulau Gelam bisa dikatakan ‘rumah’ asal mereka. Mau tidak mau, mereka akan kembali.

Namun, kondisi itu akan berbeda jika di Pulau Gelam sudah memiliki aktivitas tinggi. Dengan diberikannyan izin legal untuk penggalian tambang, membuka babak baru akan nasib satwa ini di masa depan.

Dwi tidak optimis tentang keberlangsungan hidup hewan dilindungi ini. Dengan perilaku yang sensitif terhadap pergerakan, getaran hingga cahaya buatan pun akan sulit bagi penyu hijau untuk bertahan di sana.

Menurut Dwi, adanya tambang malah akan memperparah keengganan penyu untuk mendarat di sana. Mengingat penyu adalah mahluk yang sensitif, jika tempat habitat aslinya ramai oleh aktivitas manusia, maka mereka akan terganggu dan tak nyaman.

“Jika kita lihat ada tambang, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana sistem pembuangan limbahnya. Selain penyu di sana ada dugong dan padang lamun yang jadi makanan mereka akan hilang. Bisa karena limbah, aktivitas bolak-balik kapal pengangkut yang bisa merusak kondisi lingkungan di sana,” ujar Dwi.

Menurut Dwi tidak ada yang bisa menjamin aktivitas tambang tak akan memusnahkan siklus penyu di Pulau Gelam.

“Pulau Gelam kan masuk pulau kecil, dengan dua tambang yang mengelola hampir semua kawasan akan lebih sulit bagi penyu untuk tetap di sana. Mereka akan mengalah dengan adanya tambang itu,”ujarnya.

Penyumbang Ekosistem Lamun

Dalam banyak penelitian penyu sangat menggantungkan hidupnya pada padang lamun. Faktanya, keberadaan penyu sangat penting bagi ekosistem dan lingkungan sekitar laut dan pulau itu sendiri. Wilson EG,' Mille, KL, Allsion D dan Magliocca M dalam tulisannya di situs oceana.org mencatat penyu, terutama penyu hijau mampu menyumbang kehidupan lamun dan laut lebih baik.

Penyu sangat menyukai tumbuhan. Terutama penyu hijau. Lamun menjadi tempat area makan favoritnya. Memakan lamun nyatanya membantu penyebaran lamun agar tumbuh kembali di sepanjang pegerakan mereka.

Perilaku Penyu hijau dalam memakan lamun juga membantu penyebaran lamun. Seringnya penyu memakan daun lamun di bagian yang sama, maka lamun hidup menyebar, tidak terkumpul pada satu tempat.

Kebiasaan penyu saat memakan lamun itu adalah dengan mengambil beberapa cm dari pangkal daun yang menyebabkan bagian ujung dan yang lebih tua akan hilang.

Ketika mereka makan, maka penyu hijau telah membantu menambah nutrisi dan membantu produktifitas lamun. Penyu hijau turut menjaga keberlangsungan hidup lamun dan rumput laut.

Tak bisa dipungkiri, penyu itu mempunyai peran penting dalam menjaga ekosistem laut yang sehat. Laut yang sehat akan menjadi habitat berjuta-juta ikan sebagai sumber protein penting bagi manusia.

Perlindungan Penyu

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Teknologi Sumbawa, Nurul Amri Komarudin dalam tulisannya di https://uts.ac.id/2022/08/25/konservasi-penyu-di-kawasan-ekosistem-esensial-nipah-sebagai-upaya-dalam-menjaga-sumber-daya-alam-dan-lingkungan-perairan/ menyebut penyu hijau mampu menyuburkan area sekitarnya.

Untuk mewujudkan itu, penyu perlu habitat baik. Terutama area makan dan bertelurnya agar ekosistem lingkungan. Jika penyu tidak mampu beradaptasi karena lingkungannya rusak, maka perkembangan penyu akan terganggu. Tak hanya itu, keberadaan penyu pun bisa hilang alias punah.

Dari prilaku penyu hijau ini semakin menguatkan peran penting hewan satu ini dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut.

“Saya pun mengklarifikasikan persoalan Kawasan konservasi dan penyu yang hidup di sana kepada Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak, Syarif Iwan Taruna Alkadri,” kata Amri, dalam tulisannya.

Ia menegaskan penyu dan dugong adalah mahluk dilindungi. Dilindungi tanpa tapi. Alasan apapun tidak dibenarkan mengganggu aktivitas hidup penyu di habitat aslinya.

Ia pun menegaskan fungsi konservasi Kendawangan dan perairan sekitarnya untuk perlindungan habitat, baik potensi perikanan, terumbu karang, padang lamun, mangrove, penyu hingga dugong.

Kalau dilihat dari Permenkap No 31 tahun 2020 tentang pengelolaan kawasan konservasi sebagai satuan ekosistem dilindungi dan dilestarikan dan dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Ada beberapa zona yang ditetapkan. Zona inti, zona pemanfaatan dan zona lainnya. Untuk Kawasan pemanfaatan ini umumnya untuk aktivitas masyarakat. Itu pun dengan catatan dan cara yang ramah lingkungan. Sementara zona inti hanya untuk penelitian.

Saat ditanya soal tambang yang beroperasi di Pulau Gelam salah satu area konservasi Kendawangan yang masuk zona inti, Iwan sangat menentang keras. Jika ada pelanggaran di zona inti, maka harus ditindak.

Termasuk jika itu perusahaan tambang yang bisa merusak Kawasan konservasi. Jika masih bandel, BPSPL berjanji tidak akan mengeluarkan Izin Pemanfaatan Ruang Laut disebut juga PKKPRL untuk dua perusahaan itu.

Hal sama ditegaskan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalimantan Barat Fran Zeno. Ketika kawasan konservasi ditetapkan, maka seluruh yang ada didalamnya dilindungi.

Ia pun tak mempersoalkan investasi yang ada selama tidak melanggar aturan yang ada. Pihaknya mendukung investasi selama tidak menyalahi aturan, termasuk untuk kawasan konservasi.

Hingga saat ini DKP Kalbar maupun BPSPL Pontianak mengawasi area kawasan konservasi, meski dengan sejumlah keterbatasan SDM hingga prasarana, seperti belum dibentuknya unit kerja di setiap kawasan konservasi di Kalbar itu.

Melanggar Konservasi

Dari laporan pemerintahan Desa Kendawangan, Pulau Gelam saat ini nyaris tidak berpenghuni. Ditinggalkan satu per satu penduduk dengan berbagai alasan, paling mencuat adalah soal ekonomi.

Meski secara kependudukan Pulau Gelam tidak berpenghuni, namun Pulau Gelam masih jadi tempat hidup habitat satwa dan tumbuhan dilindungi. Tak hanya itu, pulau kecil tersebut pun sudah menjadi sumber ekonomi nelayan sekitar.

Dalam dua tahun ini, Pulau Gelam mendapat sorotan usai dua korporasi tambang mendapat izin melakukan penggalian pasir kuarsa, tepatnya tahun 2021. Padahal Pulau Gelam masuk dalam konservasi RPZ Kendawangan 2020.

Daratan Pulau Gelam terlihat dari atas/Victor Fidelis Sentosa
Daratan Pulau Gelam terlihat dari atas/Victor Fidelis Sentosa

Saya pun menemui Dosen Bioekologi dan Konservasi MIPA Universitas Tanjungpura, Ika Safitri, untuk mencari tahu tentang kawasan konservasi. 

Kawasan konservasi kata Ika tak hanya sekedar kawasan lindung yang memiliki sifat khas tempat keanekaragaman hayati, baik berupa flora maupun fauna.

Dalam pengertiannya, yang namanya konservasi adalah tempat yang dilindungi sehingga tidak ada akivitas yang bisa merusak lingkungan di kawasan itu. 

Apalagi untuk zona inti. Menurut Ika, zona ini harus steril kegiatan yang merusak karena masuk dalam perlindungan penuh sesuai dokumen RPZ Kendawangan tahun 2020.

Sudah jelas katanya, kawasan inti tidak boleh ada aktivitas tambang. Seperti di Kawasan Konservasi Paloh, Kabupaten Sambas tempat penyu yang sama sekali tidak diperbolehkan ada tambang.

“Jika masih diizinkan, ya kawasan konservasi tapi tak seperti konservasi. Tepatnya tak lagi konservasi,” ucapnya.

Ia pun menyinggung soal pentingnya penelitian di Pulau Gelam dan sejumlah pulau sekitar penyu untuk melihat sejauh mana dampak yang bisa terjadi.

Ini katanya akan sangat berguna untuk menjadikan data menjadi baseline manual. Ini juga untuk melihat tujuan konservasi itu. Harusnya, kawasan konservasi menjadi ‘rumah’ tempat aman semua satwa dan benar-benar menjadi kawasan konservasi yang sebenarnya.

Kendawangan dipilih karena mereka punya penyu dan dugong. Terutama dugong yang jadi icon Kendawangan. Jika mereka hilang, akan sia-sia kendawangan menjadi pusat perlindungan dugong karena mereka dipilih karena keunikan itu.

Saya juga bertanya kepada Senior Director Marine Program Indonesia, Victor Nikijuluw saat berada di Kota Pontianak. Sama seperti yang lain, penetapan kawasan konservasi tidak bisa sembarang ada kajian yang mendalam sebelum disahkan.

Jika ada persoalan yang bisa merusak kawasan, harus bisa diselesaikan. Namun, jika ada persoalan di Kawasan konservasi pastinya ada yang salah.

“Pasti ada yang salah dalam mengurus ini. Kita pertanyakan mengapa mereka mengeluarkan hal itu,” ucanya.

Victor menegaskan aktivitas tambang jika itu ekploitasi maka itu tidak diperbolehkan. Konservasi itu sejalan dengan kebijakan, jika berubah akan bertentangan dengan konsep konservasi itu sendiri. Pemerintah katanya harus tegas dan berani untuk menyelamatkan kawasan konservasi tersebut, salah satunya membatalkan izin tambang itu. (selesai)

Investigasi ini merupakan hasil kolaborasi Pontianak Post, Iniborneo.com, Suara.com, RRI Pontianak, Insidepontianak.com, Mongabay Indonesia dan Projeck Multatuli yang didukung oleh Jurnalis Perempuan Khatulistiwa, Yayasan WeBe, Hijau Lestari Negeriku, dan Garda Animalia melalui Bela Satwa Project

Leave a comment