Ini Lima Kalender di Indonesia selain Masehi, Hijriah, dan China

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

MEDAN, Insidepontianak.com - Dalam hitungan hari kalender di rumah Anda akan berganti. Namun, itu jika dilihat dari tahun Masehi dan bukan tahun Hijriah ataupun tahun China.

Ya, ketiga kalender tersebut secara penanggalannya memang berbeda. Masehi menggunakan sistem matahari, Hijriah sistem bulan, dan China pakai sistem matahari-bulan.

Begitupun, di Indonesia ternyata banyak sekali kalender, jadi tidak semata sesuai Masehi, Hijriah, maupun China saja. Setidaknya ada lima kalender yang masih digunakan.

Mlansir goodnewsfromindonesia.id, Senin (18/12/2023), secara umum atau bahkan di dunia internasional, untuk menentukan waktu tertentu kita akan mengacu pada penanggalan Kalender Masehi.

Nyatanya, masyarakat Indonesia juga diketahui masih mengacu pada kalender-kalender lokal dari berbagai etnis di Indonesia. Biasanya kalender lokal ini digunakan untuk penentuan hari "baik" dalam melaksanakan kegiatan.

Pengacuan pada kalender lokal ini juga hingga kini kerap dikaitkan dengan representasi identitasi dan jati diri etnis tertentu. Selain itu, kalender lokal ini juga erat kaitannya dengan kesakralan akan momen tertentu.

Nah, berikut lima jenis keragaman kalender lokal yang diketahui masih digunakan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia.

  1. Kalender Batak
    Kalender Batak sering disebut dengan Porhalaan yang terdiri dari 12 bulan dan masing-masing bulan terdiri dari 30 hari. Sebenarnya Kalender Batak bukanlah sistem penanggalan dalam arti konvensional seperti kalender lokal lainnya.

Ini karena Porhalaan sebenarnya merupakan salah satu naskah kuno masyarakat Batak Toba yang salah satu isinya tentang almanak untuk mengetahui waktu. Suku Batak Kuno juga sebenarnya tidak pernah mengetahui angka tahun karena mereka tidak pernah menghitungnya.

Porhalaan lebih digunakan untuk tujuan "meramal" hari baik atau disebut panjujuron ori, yang kerap digunakan untuk penentuan hari pesta pernikahan.

Selain itu, diketahui suku Batak Toba juga memanfaatkan Porhalaan untuk memaknai kejadian-kejadian alam dan masalah-masalah yang terjadi pada manusia dalam waktu-waktu tertentu.

  1. Kalender Saka
    Meski berasal dari India, namun diketahui beberapa etnis lokal masih menggunakan Kalender Saka. Penanggalannya sendiri dimulai pada tahun 78 Masehi dan banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia bagian barat sebelum masuk ajaran Islam ke Nusantara.

Sistem penanggalan pada Kalender Saka menggabungkan antara penanggalan matahari dan bulan. Kalender Saka juga kerap dikenal sebagai Kalender Syamsiah-Kamariah.

Sejarah mencatat sebenarnya Kalender Saka hadir untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat Jawa yang kala itu sudah mulai mengenal ajaran Islam. Sehingga tak heran jika nama bulan dan jumah hari dalam setahun kerap sama dengan Kalender Hijriah, namun angka tahun Saka dipertahankan.

  1. Kalender Saka Bali
    Kalender Saka Bali pada umumnya digunakan oleh masyarakat Hindu di Bali dan Lombok. Kalender Saka Bali merupakan pengembangan dari Kalender Saka yang sudah dimodifikasi oleh budaya-budaya kedaerahan.

Uniknya, sistem penanggalan Kalender Saka Bali hingga kini bersifat konvensi atau kompromistis yang artinya tidak ada aturan baku untuk sistem penanggalannya.

Ini karena jenis penanggalannya memadukan posisi matahari dan bulan. Sedangkan perputaran atau posisi matahari dan bulan tidak selalu sama.

  1. Kalender Sunda
    Kalender Sunda sebenarnya masih mirip dengan Kalender Masehi. Hanya saja dalam Kalender Sunda penamaan hari, minggu, dan bulannya berbeda.

Urutan bulan menurut Kalender Sunda yaitu Kartika, Margasira, Posya, Maga, Paliguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, dan Asuji.

Untuk setiap bulannya, ada yang memiliki 29 dan 30 hari sebagaimana Kalender Masehi.

  1. Kalender Jawa
    Kalender Jawa merupakan salah satu kalender lokal yang juga umum digunakan oleh masyarakat Indonesia, mengingat etnis suku Jawa merupakan etnis terbesar di Indonesia.

Kalender Jawa diyakini merupakan perpaduan antara budaya Islam, Hindu, Budha, Jawa, dan sentuhan budaya barat.

Sistem penanggalan yang digunakan pada Kalender Jawa mengacu pada aturan Kesultanan Mataram yang dipimpin Sultan Agung sejak tahun 1625. Hingga kini, Kalender Jawa masih kerap menjadi basis penghitungan untuk menentukan hari baik dan hari buruk.

Penghitungan Kalender Jawa menggunakan dua siklus yaitu siklus mingguan yang terdiri dari tujuh hari dan siklus pekan pancawara yang terdiri dari lima hari.

Demikian jenis-jenis kalender yang masih digunakan di Indonesia selain kalender Masehi, Hijriah, atau China. Semoga bermanfaat. (Adelina). ***

Leave a comment