Melalui Program Dedieselisasi, PLN Kalbar Hemat Biaya Operasional Rp8,5 Miliar Setiap Bulan

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Kalimantan Barat telah berhasil melakukan penyambungan pada 10 sistem Unit Listrik Desa (ULD) menjadi sistem grid pola operasi dari 12 jam menjadi 24 jam pada program dedieselisasi.

Melalui program dedieselisasi dan perubahan jam pelayanan ini, PLN berhasil menekan biaya operasional sebesar Rp8,5 Milyar per bulan.

Sistem ULD tersebut diterapkan di Desa Tanjung Saleh, Sepuk Laut, Nanga Ella, Sayan,  Nanga Silat, Temajuk Sambas, Jongkong, Bora, Siding dan Seberuang.

"Dengan adanya sistem grid ini, mesin PLTD stop operasi dan berubahnya pola operasi pada 10 ULD tersebut, PLN UID Kalbar dapat menghemat lebih dari Rp 8,4 milyar setiap bulannya," ungkap Generasi Manager PLN UID Kalbar, Wahyu Jatmiko.

Jatmiko menyebut, program dedieselisasi ini menjadi langkah kecil dari PLN, tetapi akan menjadi lompatan besar bagi pencapaian target pemerintah menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.

"Untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan bauran energi bersih, PT PLN (Persero) melakukan program dedieselisasi atau konversi sekitar 5.200 pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang saat ini masih beroperasi di sejumlah wilayah, khususnya di wilayah terpencil," ujar Jatmiko.

Dikatakannya, PLTD ini nantinya akan dikonversi ke pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT), pembangkit gas, maupun integrasi dengan grid nasional.

Menurut Jatmiko, keberadaan listrik yang menyala 24 jam tentunya akan sangat bermanfaat bagi masyarakat di kawasan tersebut, seluruh aspek kehidupan masyarakat akan semakin berkembang, kualitas hidup masyarakat pun terus meningkat.

Sementara itu, Anwar (43), warga Desa Sepuk Laut mengaku sangat bersyukur dengan adanya perubahan pola layanan dari PLN, dari yang sebelumnya 12 jam menjadi 24 jam.

Diakuinya, sebelum adanya perubahan pola layanan ini, untuk dapat menikmati listrik disiang hari Ia harus mengeluarkan biaya cukup besar untuk membeli bahan bakar guna menghidupkan mesin genset.

"Dalam sebulan tak kurang saya harus mengeluarkan biaya sekitar 800 ribu rupiah, dan itu sangat memberatkan saya yang hanya bekerja sebagai nelayan," tutur Anwar.

Sementara itu, Kepala Desa Siding, Mingun Riadi, mengapresiasi sekaligus mengucapkan terima kasih atas upaya PLN yang telah meningkatkan kualitas pelayanan kelistrikan di desanya.

Menurutnya, sudah lama warga Desa Siding yang berbatasan dengan Negara Malaysia ini mengidam-idamkan listrik yang menyala selama 24 jam.

"Kalau listriknya menyala 12 jam, kami masih harus membeli BBM untuk menghidupkan mesin genset pada siang hari, biayanya cukup besar dan memberatkan bagi warga Desa Siding yang rata-rata berprofesi sebagai petani," tutur Mingun.

Lebih lanjut, Ia berharap PLN dapat terus meningkatkan kualitas pelayanannya agar masyarakat di daerah perbatasan seperti Desa Siding ini dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan tidak tertinggal dibandingkan dengan desa di negara tetangga.***

Leave a comment