Perayaan Cap Go Meh: Lontong Cap Go Meh Jadi Menu Andalan Keluarga Tionghoa Peranakan

3 Maret 2024 09:29 WIB
Ilustrasi

PONTIANAK, insidepontianak.com - Sejak banyak warga Tionghoa datang ke Indonesia, budaya asimilasi perantauan pun melekat dalam banyak aspek kehidupan, baik sosial, budaya hingga kultur kulinernya.

Salah satunya soal kuliner. Pada perayaan Cap Go Meh tak hanya makanan khas luluhur mereka disajikan tapi juga menu lokal yang diracik yang menyesuaikan budaya Tionghoa pun terjalin.

Saat perayaan 14 hari setelah Imlek, keluarga Tionghoa berkumpul bersama keluarga untuk makan bersama tanpa syukur di perayaan tersebut. Lontong sayur pun ikut hadir dengan citarasa lokal.

Dalam budaya Tionghoa, lontong Cap Go Meh atau Lonthong Cap Go Mèh adalah masakan adaptasi peranakan Tionghoa Indonesia terhadap masakan Indonesia, tepatnya masakan Jawa.

Hidangan ini terdiri dari lontong yang disajikan dengan opor ayam, sayur lodeh, sambal goreng hati, acar, telur pindang, abon sapi, bubuk koya, sambal, dan kerupuk.

Wikipedia mencatat bahwa lontong Cap Go Meh biasanya disantap keluarga Tionghoa Indonesia pada saat perayaan Cap go meh, yaitu empat belas hari setelah imlek atau tepatnya hari kelima belas bulan 1 penanggalan Imlek. Meski sekarang hidangan ini juga kerap disajikan kapan saja.Tak harus menunggu moment spesial yaa.

Tidak bisa dipungkiri, pengaruh masakan Tionghoa tampak jelas pada adaptasinya ke dalam masakan Indonesia, misalnya mie goreng, lumpia, bakso, dan siomay. Pengaruh ini juga berlaku dua arah.

Peranakan Tionghoa yang telah sekian lama bermukim di Nusantara sangat dipengaruhi oleh selera masakan Indonesia. Dipercaya lontong Cap Go Meh adalah adaptasi Tionghoa Indonesia terhadap masakan lokal Indonesia.

Para pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, misalnya Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya.

Hal ini berlangsung sejak zaman Majapahit. Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara, mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal, hal ini melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa.

Untuk merayakan Imlek, saat Cap Go Meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras) dengan lontong yang disertai berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng.

Dipercaya bahwa hidangan ini melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa. Dipercaya pula bahwa lontong Cap Go Meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer.

Mengapa demikian karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengkaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap Go Meh karena dianggap ciong atau membawa sial.

Bentuk lontong yang panjang juga dianggap melambangkan panjang umur. Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan.

Ayo, siapa yang sudah menyantap lontong Cap Go Meh pagi ini? Semoga perayaan spesial masyarakat Tionghoa ini bisa memberikan dampak positif terutama asimilasi kedua budaya. (REDAKSI)


Penulis : admin
Editor :

Leave a comment

jom

Berita Populer

Seputar Kalbar