Permintaan Ganti Rugi Tak Direspons, STNMH akan Perkarakan PT KAL Secara Hukum

28 Juli 2024 20:32 WIB
Warga Desa Kuala Tolak, Kecamatan Matan Hilir Utara, Kabupaten Ketapang, saat melakukan pertemuan membahas tentang skema bagi hasil kebun plasma PT KAL yang dianggap tak sesuai perjanjian awal. (Istimewa)

KETAPANG, insidepontianak.com - Serikat Tani Nelayan Matan Hilir (STNMH), menyatakan akan menempuh jalur hukum memperkarakan PT Kayong Agro Lestari atau PT KAL, karena tak merespons permintaan ganti rugi penguasaan lahan 4.000 hektare.

Langkah hukum ini menjadi kesepakatan seluruh anggota dalam pertemuan yang digelar di Gedung Serba Guna, Desa Kuala Tolak, pada Sabtu (27/7/2024) malam.

Pertemuan itu membahas skema bagi hasil kebun plasma yang dianggap tak sesuai perjanjian awal. Ironisnya, bagi hasil yang diterima masyarakat, hanya Rp300 ribu per tahun.

Adapun pemicu konfik sengketa lahan antara PT KAL dengan masyarakat di Desa Kuala Tolak, bermula dari adanya kesepakatan perjanjian yang tidak direalisasikan.

Pada tahun 2012, Pemerintah Desa Kuala Tolak telah mengeluarkan surat keterangan tentang pembagian lahan yang diserahkan ke PT KAL sebanyak 4.000-an hektare.

Penyerahan lahan itu dibagi menjadi lahan inti plasma sebanyak 2.000 hektare dan lahan konsesi 2.000 hektare.

Perjanjian ini juga menuangkan persetujuan perusahaan memberikan uang kompensasi dan tali asih kepada masyarakat pemilik lahan.

Namun seiring berjalan waktu, hal-hal yang disepakati itu dianggap tak direalisasikan perusahaan. Khususnya, dalam pembagian lahan plasma dinilai tidak transparan.

Muhammad Jimi, Warga Desa Kuala Tolak menegaskan, terpampang jelas dokumen kebun plasma PT KAL yang terbangun seluas 2.287 hektare.

Lahan itu tersebar di dua desa: Desa Kuala satong dan Desa Laman Satong. Sedangkan tanaman di lahan inti seluas 8.928 hektare. Dan 2000-an hektar lainnya akan dijadikan hutan konservasi.

Namun, hasil penilaian fisik tahap satu oleh Dinas Peternakan dan Perkebunan (Distanakbun) Ketapang pada Juli 2022, mendata, lahan plasma yang ada seluas 298 hektare.

Sedangkan sisanya 199 hektare diklaim rusak akibat kebakaran lahan di tahun 2019, sehingga tidak dapat berproduksi. Dan yang produktif hanya 99 hektare.

Lahan plasma 99 hektare Inilah yang diberikan kepada masyarakat. Jauh dari skema pembagian 20 persen dari total lahan yang dikuasai perusahaan.

“Dan sampai saat ini (lahan tidak produktif itu) tidak jelas juga bagaimana perbaikannya,” kata Jimi.

Di sisi lain klaim Koperasi Lestari Abadi Bersama atau Koperasi LAB, terlilit hutang Rp26 miliar untuk pembangunan kebun seluas 298 hektare juga tak dapat diterima.

Sebab, informasi ini tak pernah sampai kepada seluruh anggota. Ironisnya, beban hutang itu menjadi alasan pengurangan pembagian hasil penjualan tandan buah segar atau TBS plasma.

Sehingga para anggota hanya kebagian hasil Rp300 ribu per tahun. Itupun dibayar menggunakan dana talangan.

Alasanya karena lahan yang telah dibangun seluas 298 hektare itu, sampai saat ini sebagian besar tidak berproduksi. Sehingga belum bisa menghasilkan.

“Pertanyaannya, bagaimana tanggung jawab perusahaan dengan lahan yang rusak tersebut? Sampai saat ini belum ada jawaban yang pasti,” tutur Herkandi, yang juga anggota Serikat Tani Nelayan Matan Hilir.

Dari berbagai ketidakjelasan dan tidak adanya sikap perusahaan memberikan ganti rugi atas pembagian lahan plasma yang tak sesuai perjanjian itu, maka Serikat Tani Nelayan Matan Hilir berencana membawa perkara ini ke jalur hukum. 

“Pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan kepengadilan untuk membatalkan perjanjian tersebut dan menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat perjanjian yang tidak sah,” bunyi pernyataan sikap tertulis Serikat Tani Nelayan Matan Hilir.

Mereka juga menyebutkan, jika terdapat indikasi penipuan atau penyalahgunaan wewenang, maka pihak-pihak terkait dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau pasal–pasal lain yang relevan dalam KUHP.

Perjalanan PT KAL

Pada tanggal 22 Desember 2015, Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT KAL diterbitkan oleh Bupati Ketapang.

Tahun 2016, terbentuklah Koperasi Lestari Abadi atau Koperasi LAB, dengan akta notaris dan SK Menkumham yang masa kepengurusannya berakhir tahun 2020.

Selanjutnya, tahun 2021, Bupati Ketapang pun menerbiktan SK tentang Calon Penerima Calon Lahan (CPCL) dengan jumlah 1.170 KK.

Kemudian, pada awal Maret 2021, pihak PT KAL dan Koperasi LAB membuat perjanjian tertulis kerja sama kemitraan.

Lahan plasma yang tertuang di dalam surat perjanjian tersebut disepakati sabenyak 298 hektare. Lalu, pada Juli 2022, baru dilakukan penilaian fisik tahap 1 oleh Distanakbun.

Hasilnya, luas lahan plasma di lapangan hanya tercatat 99 hektare yang menghasilkan. Dan di 2023 akhir, barulah terbentuk pengurus Koperasi Lestari Abadi yang baru, dengan masa jabatan 2023-2027.

Seiring berjalan waktu, tahun 2022, Koperasi LAB di kepengurusan baru itu tiba-tiba menyampaikan, mereka terlilit hutang sebesar Rp26 miliar. Sementarara, di kepengurusan yang lama, masalah ini tak pernah disampaikan.

Ironisnya, setiap tahunnya, mulai 2021 sampai 2023, anggota koperasi hanya menerima uang bagi hasil sebanyak Rp300 ribuan.

Sementara, pihak PT KAL belum memberikan pernyataan atas sikap Serikat Tani Nelayan Matan Hilir.

Insidepontianak.com telah mengonfirmasi GM PT KAL, lewat sambungan telepon WhatsApp dan meninggalkan sejumlah pertanyaan. Namun sampai sekarang belum direspons***


Penulis : Redaksi
Editor : Abdul Halikurrahman

Leave a comment

Ok

Berita Populer

Seputar Kalbar